Sunday, June 28, 2020

TEORI DAN SISTEM PENGUPAHAN

Sistem pengupahan di suatu Negara biasanya didasarkan pada falsafah atau teori yang dianut oleh Negara itu. Teori yang mendasari sistem pengupahan pada dasarnya dapat dibedakan menurut dua ekstrim. Ekstrim yang pertama didasarkan pada ajaran Karl Mark mengenai teori nilai dan pertentangan kelas, ekstrim ini biasanya dianut oleh Negara penganut paham komunis. Ekstrim yang kedua didasarkan pada teori pertambahan produk marginal berdasarkan asumsi perekonomian bebas, ekstrim ini biasanya dianut oleh Negara penganut paham kapitalis.

Sistem pengupahan di Indonesia berada diantara dua ekstrim tersebut dengan landasan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2. Sistem pengupahan pada prinsipnya haruslah: (1) mampu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya; (2) mencerminkan pemberian imbalan terhadap hasil kerja seseorang; (3) memuat pemberian insentif yang mendorong peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional.

Pada kenyataannya pemberian tingkat upah berbeda menurut daerah, sektor, dan perusahaan karena penentuan tingkat upah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: adanya beberapa pasar tenaga kerja yang tidak homogen, proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi, jumlah dan proporsi keuntungan perusahaan, kemampuan pengusaha mempengaruhi harga, skala perusahaan, tingkat efisiensi dan manajemen perusahaan, serikat pekerja, kelangkaan tenaga, dan resiko kerja.

A.   Pengertian dan Teori Upah

          Upah dalam arti luas mengandung pengertian yaitu balas-karya untuk faktor produksi tenaga kerja manusia, termasuk gaji, honorarium, uang lembur, tunjangan, dan sebagainya. Upah dalam arti sempit khusus dipakai untuk tenaga kerja yang bekerja  pada orang lain dalam hubungan kerja (sebagai karyawan/buruh). Upah biasanya dibedakan menjadi upah nominal, yaitu sejumlah uang yang diterima dan upah real yaitu jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan upah uang itu.

          Teori upah terdiri dari:

1.    Teori upah alami

Teori ini dipelopori oleh David Ricardo. Ia menjelaskan teori upah diberikan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja beserta keluarganya. Menurut teori ini tinggi rendahnya upah didasarkan pada permintaan dan penawaran di pasar.

2.    Teori upah besi

Teori ini dipelopori oleh Ferdinand Lassale yang menyatakan teori upah mengakibatkan pekerja ditekan pengusaha. Oleh karena itu, perlu dibentuk serikat pekerja. Prinsip utama teori upah besi adalah pekerja tidak dapat disimpan dan tidak mudah dipindahkan.

3.    Teori upah etika

Menyatakan bahwa upah ideal adalah upah yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi pekerja beserta keluarganya. Pemberian upah hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan minimum adalah tidak etis.

B.    Tingkat Upah

Tingkat upah adalah taraf balas-karya rata-rata yang berlaku umum dalam masyarakat untuk segala macam pekerjaan. Sedikitnya ada lima hal yang menentukan tingkat upah yang berlaku dalam masyarakat, yaitu:

1.  Tingkat Harga

Dalam masyarakat modern, tingkat upah berhubungan erat dengan tingkat harga. Apabila harga-harga kebutuhan hidup naik, kaum buruh dan para pegawai akan menuntut agar gajinya disesuaikan dan tingkat upah akan naik. Sebaliknya kenaikan upah/gaji dapat menyebabkan kenaikan harga atau inflasi. Hal ini terjadi karena dari segi produsen kenaikan upah  akan menaikan biaya produksi sehingga produsen menaikan harga, dari segi konsumen kenaikan upah akan memperbesar daya beli dan pembelanjaan masyarakat.

2.  Produktivitas Kerja

Dari pihak para pengusaha pertimbangan terpenting dalam menentukan upah/gaji adalah prestasi kerja atau produktivitas (marginal): bila produktivitas tenaga kerja rendah, upahnya pun akan rendah. Di Negara maju, produktivitaslah yang menyebabkan tingkat upah rata-rata tinggi. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi lain seperti mesin-mesin dan alat-alat serta teknik produksi yang dipakai. Inilah yang menjadi masalah mengapa di Negara-negara berkembang tingkat upahnya sangat rendah.

3.  Struktur Ekonomi Nasional

Struktur ekonomi dan taraf perkembangannya sangat berpengaruh atas tingkat upah yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya pertambahan penduduk yang tidak dapat ditampung oleh sektor pertanian, masih kurangnya industri, banyaknya pengangguran (kelebihan tenaga kerja tidak terdidik) bersamaan dengan kurangnya tenaga ahli, masih sulitnya komunikasi dan transportasi.

4.  Peraturan Pemerintah

Banyak hal yang diatur oleh pemerintah dengan Undang-undang, misalnya mengenai upah minimum, keharusan membayar upah lembur, dan terutama peraturan gaji pegawai negeri yang menjadi patokan untuk banyak perusahaan swatsa juga.

5.  Keadilan dan Perikemanusiaan

Bila seseorang karyawan telah mencurahkan tenaga dengan sebaik-baiknya, ia berhak menerima upah yang sekurang-kurangnya cukup untuk hidup layak dengan keluarganya, ini merupakan tuntutan keadilan. Di banyak perusahaanupah uang dilengkapi dengan tunjangan-tunjangan dan fasilitas-fasilitas.

    Kenyataan yang dapat kita lihat dalam masyarakat adalah adanya perbedaan tingkat upah di tiap-tiap perusahaan. Perbedaan-perbedaan tersebut terjadi karena:

1.  Pasar kerja itu sendiri.

2.  Persentasi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi.

3.  Perbedaan proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualannya.

4.  Perbedaan peranan pengusaha yang bersangkutan dalam menentukan harga.

5.  Besar kecilnya perusahaan.

6.  Tingkat efisiensi dan manajemen perusahaan.

7.  Perbedaan kemampuan atau kekuatan serikat pekerja.

8.  Faktor kelangkaan.

9.  Besar kecilnya risiko atau kemungkinan mendapat kecelakaan di lingkungan pekerjaan.

10. Adanya campur tangan dari pemerintah.

C.   Sistem dan Komponen Pengupahan

Sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan. Sistem pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan pada tiga fungsi upah, yaitu: (1) Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, (2) Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang, dan (3) Menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja.

Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mendistribusikan upah, dirumuskan empat sistem yang secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.    Sistem upah menurut banyaknya produksi.

Upah menurut banyaknya produksi diberikan dapat mendorong karyawan untuk bekerja lebih giat dan berproduksi lebih banyak. Produksi yang dihasilkan dapat dihargai dengan perhitungan ongkosnya. Upah sebenarnya dapat dicari dengan menggunakan standar normal yang membandingkan kebutuhan pokok dengan hasil produksi. Secara teoritis sistem upah menurut produksi ini akan diisi oleh tenaga-tenaga yang berbakat dan sebaliknya orang-orang tua akan merasa tidak kerasan.

2.    Sistem upah menurut lamanya dinas.

Sistem upah semacam ini akan mendorong untuk lebih setia dan loyal terhadap perusahaan dan lembaga kerja. sistem ini sangat menguntungkan bagi yang lanjut usia dan juga orang-orang muda yang didorong untuk tetap bekerja pada suatu perusahaan. Hal ini disebabkan adanya harapan bila sudah tua akan lebih mendapat perhatian. Jadi upah ini akan memberikan perasaan aman kepada karyawan, disamping itu sistem upah ini kurang bisa memotivasi karyawan.

3.    Sistem upah menurut lamanya kerja.

Upah menurut lamanya bekerja disebut pula upah menurut waktu, misalnya bulanan. Sistem ini berdasarkan anggapan bahwa produktivitas kerja itu sama untuk waktu yang kerja yang sama, alasan-alasan yang lain adalah sistem ini menimbulkan ketentraman karena upah sudah dapat dihitung, terlepas dari kelambatan bahan untuk bekerja, kerusakan alat, sakit dan sebagainya.

4.    Sistem upah menurut kebutuhan.

Upah yang diberikan menurut besarnya kebutuhan karyawan beserta keluarganya disebut upah menurut kebutuhan. Seandainya semua kebutuhan itu dipenuhi, maka upah itu akan mempersamakan standar hidup semua orang. Salah satu kelemahan dari sistem ini adalah kurang mendorong inisiatif kerja, sehingga sama halnya dengan sistem upah menurut lamanya kerja dan lamanya dinas. Kebaikan akan memberikan rasa aman karena nasib karyawan ditanggung oleh perusahaan.

Penghasilan atau imbalan yang diterima seorang karyawan atau pekerja sehubungan dengan pekerjaannya dapat digolongkan ke dalam empat bentuk, yaitu:

1.  Upah dan gaji

Sistem penggajian di Indonesia pada umumnya mempergunakan gaji pokok yang didasarkan pada kepangkatan dan masa kerja. Pangkat seseorang umumnya didasarkan pada tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Di samping gaji pokok biasanya karyawan menerima juga berbagai macam tunjangan, masing-masing sebagai presentase dari gaji pokok atau dalam jumlah tertentu seperti tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, dan lain-lain.

Jumlah gaji dan tunjangan tersebut dinamakan gaji kotor, dari gaji kotor tersebut karyawan dikenakan beberapa macam potongan sehingga akan menghasilkan gaji bersih.

2.  Tunjangan dalam bentuk natura

Bentuk tunjangan natura adalah beras, gula, garam, dan pakaian yang mulanya diberikan terutama untuk karyawan perkebunan yang tempatnya terpencil. Tujuan pemberian tunjangan dalam bentuk natura adalah untuk menghindari karyawan dari permainan harga oleh pedagang dan menjamin pengadaan kebutuhan yang paling primer dari karyawan dan keluarganya.

3.  Fringe Benefits

Fringe benefits adalah berbagai jenis benefit diluar gaji yang diperoleh seseorang sehubungan dengan jabatan dan pekerjaannya. Fringe Benefit dapat berbentuk dana yang disisihkan oleh pengusaha untuk pensiun, asuransi kesehatan, kendaraan dinas, bensin, dan lain-lain.

4.  Kondisi lingkungan keja

Kondisi lingkungan kerja yang berbeda di setiap perusahaan dapat memberikan tingkat utility yang berbeda juga bagi setiap karyawan. Kondisi lingkungan kerja dalam hal ini dapat mencakup lokasi perusahaan dan jaraknya dari tempat tinggal, kebersihan, kualitas supervise, teman-teman sekerja, reputasi perusahaan, dan sebagainya.

D.   Masalah-Masalah dalam Sistem Pengupahan

1.    Pengusaha dan karyawan pada umumnya mempunyai pengertian dan kepentingan yang berbeda mengenai upah. Bagi pengusaha, upah dapat dipandang sebagai beban, karena semakin besar upah yang dibayarkan kepada karyawan, semakin kecil proporsi keuntungan bagi pengusaha. Di pihak lain, karyawan menganggap upah hanya sebagai apa yang diterimanya dalam bentuk uang.

2.  Proporsi bagian upah dalam bentuk natura dan fringe benefits cukup besar dan besarnya tidak seragam antara perusahaan-perusahaan. Sehingga kesulitan sering ditemukan dalam perumusan kebijaksanaan nasional misalnya dalam hal menentukan pajak pendapatan, upah minimum, upah lembur, dan lain-lain.

3.  Rendahnya tingkat upah atau pendapatan masyarakat. Yang menyebabkan rendahnya tingkat upah pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi tiga golongan, yang pertama yaitu rendahnya tingkat kemampuan manajemen pengusaha. Tingkat kemampuan manajemen yang rendah menimbulkan banyak keborosan (dana, sumber-sumber dan waktu) akibatnya karyawan tidak dapat bekerja dengan efisien dan biaya produksi per unit menjadi besar sehingga pengusaha tidak mampu membayar upah yang tinggi. Yang kedua yaitu rendahnya produktivitas kerja, produktivitas kerja karyawan rendah, sehingga pengusaha memberikan imbalan dalam bentuk upah yang rendah juga. Akan tetapi rendahnya produktivitas kerja ini justru dalam banyak hal diakibatkan oleh tingkat penghasilan dan nilai gizi yang rendah.

E.    Penerapan Upah Minimum

Upah minimum adalah standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah pada pekerja dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Komponen Kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan Upah Minimum, dimana dihitung berdasarkan kebutuhan hidup pekerja dalam memenuhi kebutuhan mendasar yang meliputi kebutuhan akan pangan 2100kkal perhari, perumahan, pakaian, pendidikan dan sebagainya.

Awalnya penghitungan upah minimum dihitung didasarkan pada Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), Kemudian terjadi perubahan penghitungan didasarkan kepada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Perubahan itu disebabkan tidak sesuainya lagi penetapan upah berdasarkan kebutuhan fisik minimum, sehingga timbul perubahan yang disebut dengan KHM. Tapi, penetapan upah minumum berdasarkan KHM mendapat koreksi cukup besar dari pekerja yang beranggapan, terjadi implikasi pada rendahnya daya beli dan kesejahteraan masyarakat terutama pada pekerja tingkat level bawah. Dengan beberapa pendekatan dan penjelasan langsung terhadap pekerja, penetapan upah minimum berdasarkan KHM dapat berjalan dan diterima pihak pekerja dan pengusaha.

Hal-hal yang perlu diperhatikan menetapkan upah minimum:

1.    Kebutuhan hidup pekerja dan keluarga

2.    Tingkat upah pada umumnya di Negara yang bersangkutan

3.    Biaya hidup dan perubahannya

4.    Sistem jaminan sosial

5.    Kondisi dan kemampuan perusahaan

6. Tujuan nasional seperti pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan produktivitas

Masalah-masalah yang dihadapi negara berkembang untuk menetapkan upah minimum:

1.   Terdapat kesenjangan pendapatan yang mencolok antara bawahan dan pengusaha, antara pekerja di sektor yang berbeda. Misal pekerja di perusahaan tekstil dengan pekerja di perusahaan pertambangan serta kesenjangan antar daerah.

2.  Pendapatan perkapita di negara berkembang cukup rendah serta tingkat pengangguran dan setengah pengangguran tinggi sehingga pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja sering menjadi prioritas utama di atas perbaikan upah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Gilarso, T. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi. Yogyakarta: Kanisisus.

Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE UI.

No comments:

Post a Comment

Top Post

PROPOSAL USAHA

A.     PROPOSAL USAHA Proposal usaha merupakan media untuk menjelaskan profil usaha yang akan dikembangkan oleh seorang wirausaha. Propos...

Sering Dicari