Sistem pengupahan di suatu Negara biasanya didasarkan pada falsafah atau teori yang dianut oleh Negara itu. Teori yang mendasari sistem pengupahan pada dasarnya dapat dibedakan menurut dua ekstrim. Ekstrim yang pertama didasarkan pada ajaran Karl Mark mengenai teori nilai dan pertentangan kelas, ekstrim ini biasanya dianut oleh Negara penganut paham komunis. Ekstrim yang kedua didasarkan pada teori pertambahan produk marginal berdasarkan asumsi perekonomian bebas, ekstrim ini biasanya dianut oleh Negara penganut paham kapitalis.
Sistem
pengupahan di Indonesia berada diantara dua ekstrim tersebut dengan landasan
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2. Sistem pengupahan pada prinsipnya
haruslah: (1) mampu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya;
(2) mencerminkan pemberian imbalan terhadap hasil kerja seseorang; (3) memuat
pemberian insentif yang mendorong peningkatan produktivitas kerja dan
pendapatan nasional.
Pada
kenyataannya pemberian tingkat upah berbeda menurut daerah, sektor, dan
perusahaan karena penentuan tingkat upah dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain: adanya beberapa pasar tenaga kerja yang tidak homogen, proporsi
biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi, jumlah dan proporsi keuntungan
perusahaan, kemampuan pengusaha mempengaruhi harga, skala perusahaan, tingkat
efisiensi dan manajemen perusahaan, serikat pekerja, kelangkaan tenaga, dan
resiko kerja.
A. Pengertian
dan Teori Upah
Upah dalam arti luas mengandung pengertian yaitu
balas-karya untuk faktor produksi tenaga kerja manusia, termasuk gaji,
honorarium, uang lembur, tunjangan, dan sebagainya. Upah dalam arti sempit
khusus dipakai untuk tenaga kerja yang bekerja
pada orang lain dalam hubungan kerja (sebagai karyawan/buruh). Upah
biasanya dibedakan menjadi upah nominal, yaitu sejumlah uang yang diterima dan
upah real yaitu jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan upah uang itu.
Teori upah terdiri dari:
1. Teori
upah alami
Teori ini dipelopori
oleh David Ricardo. Ia menjelaskan teori upah diberikan cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup pekerja beserta keluarganya. Menurut teori ini tinggi rendahnya
upah didasarkan pada permintaan dan penawaran di pasar.
2. Teori
upah besi
Teori ini dipelopori
oleh Ferdinand Lassale yang menyatakan teori upah mengakibatkan pekerja ditekan
pengusaha. Oleh karena itu, perlu dibentuk serikat pekerja. Prinsip utama teori
upah besi adalah pekerja tidak dapat disimpan dan tidak mudah dipindahkan.
3. Teori
upah etika
Menyatakan bahwa
upah ideal adalah upah yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
layak bagi pekerja beserta keluarganya. Pemberian upah hanya dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan minimum adalah tidak etis.
B. Tingkat
Upah
Tingkat
upah adalah taraf balas-karya rata-rata yang berlaku umum dalam masyarakat
untuk segala macam pekerjaan. Sedikitnya ada lima hal yang menentukan tingkat
upah yang berlaku dalam masyarakat, yaitu:
1. Tingkat
Harga
Dalam masyarakat
modern, tingkat upah berhubungan erat dengan tingkat harga. Apabila harga-harga
kebutuhan hidup naik, kaum buruh dan para pegawai akan menuntut agar gajinya
disesuaikan dan tingkat upah akan naik. Sebaliknya kenaikan upah/gaji dapat
menyebabkan kenaikan harga atau inflasi. Hal ini terjadi karena dari segi
produsen kenaikan upah akan menaikan
biaya produksi sehingga produsen menaikan harga, dari segi konsumen kenaikan
upah akan memperbesar daya beli dan pembelanjaan masyarakat.
2. Produktivitas
Kerja
Dari pihak para
pengusaha pertimbangan terpenting dalam menentukan upah/gaji adalah prestasi
kerja atau produktivitas (marginal): bila produktivitas tenaga kerja rendah,
upahnya pun akan rendah. Di Negara maju, produktivitaslah yang menyebabkan
tingkat upah rata-rata tinggi. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh beberapa
faktor produksi lain seperti mesin-mesin dan alat-alat serta teknik produksi
yang dipakai. Inilah yang menjadi masalah mengapa di Negara-negara berkembang
tingkat upahnya sangat rendah.
3. Struktur
Ekonomi Nasional
Struktur ekonomi dan
taraf perkembangannya sangat berpengaruh atas tingkat upah yang berlaku dalam
masyarakat. Misalnya pertambahan penduduk yang tidak dapat ditampung oleh
sektor pertanian, masih kurangnya industri, banyaknya pengangguran (kelebihan
tenaga kerja tidak terdidik) bersamaan dengan kurangnya tenaga ahli, masih sulitnya
komunikasi dan transportasi.
4. Peraturan
Pemerintah
Banyak hal yang
diatur oleh pemerintah dengan Undang-undang, misalnya mengenai upah minimum,
keharusan membayar upah lembur, dan terutama peraturan gaji pegawai negeri yang
menjadi patokan untuk banyak perusahaan swatsa juga.
5. Keadilan
dan Perikemanusiaan
Bila seseorang
karyawan telah mencurahkan tenaga dengan sebaik-baiknya, ia berhak menerima
upah yang sekurang-kurangnya cukup untuk hidup layak dengan keluarganya, ini
merupakan tuntutan keadilan. Di banyak perusahaanupah uang dilengkapi dengan
tunjangan-tunjangan dan fasilitas-fasilitas.
Kenyataan yang dapat kita lihat dalam
masyarakat adalah adanya perbedaan tingkat upah di tiap-tiap perusahaan.
Perbedaan-perbedaan tersebut terjadi karena:
1. Pasar
kerja itu sendiri.
2. Persentasi
biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi.
3. Perbedaan
proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualannya.
4. Perbedaan
peranan pengusaha yang bersangkutan dalam menentukan harga.
5. Besar
kecilnya perusahaan.
6. Tingkat
efisiensi dan manajemen perusahaan.
7. Perbedaan
kemampuan atau kekuatan serikat pekerja.
8. Faktor
kelangkaan.
9. Besar
kecilnya risiko atau kemungkinan mendapat kecelakaan di lingkungan pekerjaan.
10. Adanya
campur tangan dari pemerintah.
C. Sistem
dan Komponen Pengupahan
Sistem
pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan. Sistem
pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan pada tiga fungsi upah, yaitu:
(1) Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, (2)
Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang, dan (3) Menyediakan insentif
untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja.
Ada
beberapa sistem yang digunakan untuk mendistribusikan upah, dirumuskan empat
sistem yang secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Sistem
upah menurut banyaknya produksi.
Upah
menurut banyaknya produksi diberikan dapat mendorong karyawan untuk bekerja
lebih giat dan berproduksi lebih banyak. Produksi yang dihasilkan dapat
dihargai dengan perhitungan ongkosnya. Upah sebenarnya dapat dicari dengan menggunakan
standar normal yang membandingkan kebutuhan pokok dengan hasil produksi. Secara
teoritis sistem upah menurut produksi ini akan diisi oleh tenaga-tenaga yang
berbakat dan sebaliknya orang-orang tua akan merasa tidak kerasan.
2. Sistem
upah menurut lamanya dinas.
Sistem upah semacam
ini akan mendorong untuk lebih setia dan loyal terhadap perusahaan dan lembaga
kerja. sistem ini sangat menguntungkan bagi yang lanjut usia dan juga
orang-orang muda yang didorong untuk tetap bekerja pada suatu perusahaan. Hal
ini disebabkan adanya harapan bila sudah tua akan lebih mendapat perhatian.
Jadi upah ini akan memberikan perasaan aman kepada karyawan, disamping itu
sistem upah ini kurang bisa memotivasi karyawan.
3. Sistem
upah menurut lamanya kerja.
Upah menurut lamanya
bekerja disebut pula upah menurut waktu, misalnya bulanan. Sistem ini
berdasarkan anggapan bahwa produktivitas kerja itu sama untuk waktu yang kerja
yang sama, alasan-alasan yang lain adalah sistem ini menimbulkan ketentraman
karena upah sudah dapat dihitung, terlepas dari kelambatan bahan untuk bekerja,
kerusakan alat, sakit dan sebagainya.
4. Sistem
upah menurut kebutuhan.
Upah yang diberikan
menurut besarnya kebutuhan karyawan beserta keluarganya disebut upah menurut
kebutuhan. Seandainya semua kebutuhan itu dipenuhi, maka upah itu akan
mempersamakan standar hidup semua orang. Salah satu kelemahan dari sistem ini
adalah kurang mendorong inisiatif kerja, sehingga sama halnya dengan sistem
upah menurut lamanya kerja dan lamanya dinas. Kebaikan akan memberikan rasa
aman karena nasib karyawan ditanggung oleh perusahaan.
Penghasilan
atau imbalan yang diterima seorang karyawan atau pekerja sehubungan dengan
pekerjaannya dapat digolongkan ke dalam empat bentuk, yaitu:
1. Upah
dan gaji
Sistem penggajian di
Indonesia pada umumnya mempergunakan gaji pokok yang didasarkan pada
kepangkatan dan masa kerja. Pangkat seseorang umumnya didasarkan pada tingkat
pendidikan dan pengalaman kerja. Di samping gaji pokok biasanya karyawan
menerima juga berbagai macam tunjangan, masing-masing sebagai presentase dari
gaji pokok atau dalam jumlah tertentu seperti tunjangan kemahalan, tunjangan
jabatan, tunjangan keluarga, dan lain-lain.
Jumlah gaji dan
tunjangan tersebut dinamakan gaji kotor, dari gaji kotor tersebut karyawan
dikenakan beberapa macam potongan sehingga akan menghasilkan gaji bersih.
2. Tunjangan
dalam bentuk natura
Bentuk tunjangan
natura adalah beras, gula, garam, dan pakaian yang mulanya diberikan terutama
untuk karyawan perkebunan yang tempatnya terpencil. Tujuan pemberian tunjangan
dalam bentuk natura adalah untuk menghindari karyawan dari permainan harga oleh
pedagang dan menjamin pengadaan kebutuhan yang paling primer dari karyawan dan
keluarganya.
3. Fringe
Benefits
Fringe benefits
adalah berbagai jenis benefit diluar gaji yang diperoleh seseorang sehubungan
dengan jabatan dan pekerjaannya. Fringe Benefit dapat berbentuk dana yang
disisihkan oleh pengusaha untuk pensiun, asuransi kesehatan, kendaraan dinas,
bensin, dan lain-lain.
4. Kondisi
lingkungan keja
Kondisi lingkungan
kerja yang berbeda di setiap perusahaan dapat memberikan tingkat utility yang
berbeda juga bagi setiap karyawan. Kondisi lingkungan kerja dalam hal ini dapat
mencakup lokasi perusahaan dan jaraknya dari tempat tinggal, kebersihan,
kualitas supervise, teman-teman sekerja, reputasi perusahaan, dan sebagainya.
D. Masalah-Masalah
dalam Sistem Pengupahan
1. Pengusaha
dan karyawan pada umumnya mempunyai pengertian dan kepentingan yang berbeda
mengenai upah. Bagi pengusaha, upah dapat dipandang sebagai beban, karena
semakin besar upah yang dibayarkan kepada karyawan, semakin kecil proporsi
keuntungan bagi pengusaha. Di pihak lain, karyawan menganggap upah hanya
sebagai apa yang diterimanya dalam bentuk uang.
2. Proporsi
bagian upah dalam bentuk natura dan fringe benefits cukup besar dan besarnya tidak seragam antara perusahaan-perusahaan.
Sehingga kesulitan sering ditemukan dalam perumusan kebijaksanaan nasional
misalnya dalam hal menentukan pajak pendapatan, upah minimum, upah lembur, dan
lain-lain.
3. Rendahnya
tingkat upah atau pendapatan masyarakat. Yang menyebabkan rendahnya tingkat
upah pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi tiga golongan, yang pertama yaitu
rendahnya tingkat kemampuan manajemen pengusaha. Tingkat kemampuan manajemen
yang rendah menimbulkan banyak keborosan (dana, sumber-sumber dan waktu)
akibatnya karyawan tidak dapat bekerja dengan efisien dan biaya produksi per
unit menjadi besar sehingga pengusaha tidak mampu membayar upah yang tinggi.
Yang kedua yaitu rendahnya produktivitas kerja, produktivitas kerja karyawan
rendah, sehingga pengusaha memberikan imbalan dalam bentuk upah yang rendah
juga. Akan tetapi rendahnya produktivitas kerja ini justru dalam banyak hal
diakibatkan oleh tingkat penghasilan dan nilai gizi yang rendah.
E. Penerapan
Upah Minimum
Upah
minimum adalah standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku
industri untuk memberikan upah pada pekerja dalam lingkungan usaha atau
kerjanya. Komponen
Kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan Upah Minimum, dimana dihitung berdasarkan kebutuhan hidup pekerja
dalam memenuhi kebutuhan mendasar yang meliputi kebutuhan akan pangan 2100kkal perhari,
perumahan, pakaian, pendidikan dan sebagainya.
Awalnya penghitungan upah minimum dihitung didasarkan pada Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), Kemudian terjadi perubahan penghitungan didasarkan kepada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Perubahan itu disebabkan tidak sesuainya lagi penetapan upah berdasarkan kebutuhan fisik minimum, sehingga timbul perubahan yang disebut dengan KHM. Tapi, penetapan upah minumum berdasarkan KHM mendapat koreksi cukup besar dari pekerja yang beranggapan, terjadi implikasi pada rendahnya daya beli dan kesejahteraan masyarakat terutama pada pekerja tingkat level bawah. Dengan beberapa pendekatan dan penjelasan langsung terhadap pekerja, penetapan upah minimum berdasarkan KHM dapat berjalan dan diterima pihak pekerja dan pengusaha.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan menetapkan upah minimum:
1. Kebutuhan
hidup pekerja dan keluarga
2. Tingkat
upah pada umumnya di Negara yang bersangkutan
3. Biaya
hidup dan perubahannya
4. Sistem
jaminan sosial
5. Kondisi
dan kemampuan perusahaan
6. Tujuan
nasional seperti pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan
peningkatan produktivitas
Masalah-masalah
yang dihadapi negara berkembang untuk menetapkan upah minimum:
1. Terdapat
kesenjangan pendapatan yang mencolok antara bawahan dan pengusaha, antara
pekerja di sektor yang berbeda. Misal pekerja di perusahaan tekstil dengan
pekerja di perusahaan pertambangan serta kesenjangan antar daerah.
2. Pendapatan
perkapita di negara berkembang cukup rendah serta tingkat pengangguran dan
setengah pengangguran tinggi sehingga pertumbuhan ekonomi dan perluasan
kesempatan kerja sering menjadi prioritas utama di atas perbaikan upah.
DAFTAR
PUSTAKA
Gilarso, T. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi. Yogyakarta: Kanisisus.
Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE UI.
No comments:
Post a Comment